Membaca Al-Quran Dengan Tajwid
Dalam membaca Al-Quran agar dapat
mempelajari, membaca dan memahami isi dan makna dari tiap ayat Al-Quran yang
kita baca, tentunya kita perlu mengenal, mempelajari ilmu tajwid yakni
tanda-tanda baca dalam tiap huruf ayat Al-Quran. Guna tajwid ialah sebagai alat
untuk mempermudah, mengetahui panjang pendek, melafazkan dan hukum dalam
membaca Al-Quran
Tajwīd (تجويد) secara harfiah mengandung arti
melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid
berasal dari kata ” Jawwada ”
(جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah,
tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat
yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana
cara melafazkan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci
Al-Quran maupun Hadist dan lainnya.
Dalam ilmu tajwid dikenal beberapa
istilah yang harus diperhatikan dan diketahui dalam pembacaan Al-Quran,
diantaranya :
a. Makharijul huruf, yakni tempat
keluar masuknya huruf
b. Shifatul huruf, yakni cara
melafalkan atau mengucapkan huruf
c. Ahkamul huruf, yakni hubungan antara
huruf
d. Ahkamul maddi wal qasr, yakni
panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam tiap ayat Al-Quran
e. Ahkamul waqaf wal ibtida’, yakni
mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada
tanda huruf tajwid
f. dan Al-Khat dan Al-Utsmani
Arti lainnya dari ilmu tajwid adalah melafazkan,
membunyikan dan menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap
bacaan dalam ayat Al-Quran. Menurut para Ulama besar menyatakan bahwa hukum
bagi seseorang yang mempelajari tajwid adalah Fardhu Kifayah, yakni dengan
mengamalkan ilmu tajwd ketika memabaca Al-Quran dan Fardhu ‘Ain atau wajib
hukumnya baik laki-laki atau perempuan yang mu’allaf atau seseorang yang baru
masuk dan mempelajari Islam dan KitabNya.
Mengenal, mempelajari dan mengamalkan
ilmu tajwid berserta pemahaman akan ilmu tajwid itu sendiri merupakan hukum
wajib suatu ilmu yang harus dipelajari, untuk menghindari kesalahan dalam
membaca ayat suci Al-Quran dan melafazkannya dengan baik dan benar sehingga
tiap ayat-ayat yang dilantunkan terdengar indah dan sempurna.
Berikut ini ada dalil atau pernyataan
shahih dari Allah SWT yang mewajibkan setiap HambaNya untuk membaca Al-Quran
dengan memahami tajwid, diantaranya :
1. Dalil pertama di ambil dari
Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam ayatNya yang artinya “Dan bacalah Al-Qur’an
itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)”[QS:Al-Muzzammil (73): 4]. Ayat ini
jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca
Al-Quran yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan
setiap huruf-hurufnya (bertajwid).
2. Dalil kedua diambil dari As-Sunnah (
Hadist ) yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a.(istri Nabi Muhammad SAW),
ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan Al-Quran dan sholat Rasulullah
SAW, maka beliau menjawab: ”Ketahuilah bahwa Baginda S.A.W. Sholat kemudian
tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda
kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian
tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang
shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W.
dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu
persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
3. Dalil ketiga diambil dari Ijma atau
pendapat para ulama besar Islam. Yakni kesepakatan para ulama yang dilihat dari
zaman Rasulullah SAW hingga sampai saat ini, yang menyatakan bahwa membaca
Al-Quran dengan ber-Tajwid merupakan hukum atau sesuatu yang fardhu dan wajib.
Hukum-hukum dalam tajwid beserta komponen
ilmu tajwid yang harus dikenal dipelajari, dipahami serta diamalkan dalam
membaca Al-Quran, antara lain :
1. Hukum Ta’awuz dan Basmalah
Isti’azah atau taawuz adalah melafazkan
atau membunyikannya : “A’uzubillahi minasy syaitaanir rajiim” (ﺍﻋﻮﺬ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﻥ
ﺍﻟﺮﺟﻴﻢ)
cara melafazkan basmalah adalah
bunyinya:
“Bismillahir rahmaanir rahiim” (ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺤﻤﻦ
ﺍﻟﺮﺤﻴﻢ).
a. memutuskan isti’azah (berhenti)
kemudian baru membaca basmalah,
b. menyambungkan basmalah dengan surah
tanpa berhenti,
c. membaca isti’azah dan basmalah
terus-menerus tanpa henti,
d. membaca isti’azah, basmalah dan awal
surat terus-menerus tanpa berhenti.
Terdapat 4 cara membaca basmalah di
antara dua surat. Membaca basmalah adalah tanda awal dimulai suatu bacaan dalam
surat Al-Quran. Guna dari membaca basmalah suatu keharusan dengan tujuan :
a. Basmalah sebagai pemisah dengan
surat Al-Quran yang lain
b. Sebagai penghubung dengan awal surat
Al-Quran
c. Sebagai penghubung dari kesemua
surat Al-Quran
d. Menghubungkan akhir surat dengan
basamalah, lalu berhenti. Namun basamalah tidak selalu menjadi surat awal yang
harus terus dibaca untuk melanjutkan surat berikutnya. Walau bagaimana pun,
tidak harus membaca demikian karena dikhawatirkan ada yang mengganggap basmalah
merupakan salah satu ayat daripada surat yang sebelumnya.
Dalam ilmu tajwid juga
dikenal ada 9 hukum bacaan yang isinya menjelaskan bagian-bagian tanda baca dan
cara melafazkannya atau pengucapannya, antara lain :
A. Hukum nun mati dan tanwin, terdiri
dari :
1. Izhar Halqi
Izhar halqi bila bertemu dengan huruf
izhar maka cara melafazkan atau mengucapkannya harus “jelas” Jika nun mati atau
tanwin bertemu huruf-huruf Halqi (tenggorokan) seperti: alif/hamzah(ء), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), ghain (غ), dan ha’ (ﮬ).
Izhar Halqi yang artinya dibaca jelas.
Contoh : نَارٌ حَامِيَةٌ
2. Idgham
Hukum bacaan ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
Jika nun mati atau tanwin bertemu
huruf-huruf seperti: mim (م), nun (ن), wau (و), dan ya’ (ي), maka ia harus dibaca lebur dengan
dengung.
Contoh: فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ harus dibaca Fī ʿamadim mumaddadah.
3. Idgham Bilaghunnah
Jika nun mati atau tanwin bertemu
huruf-huruf seperti ra’ (ر) dan lam (ل), maka ia harus dibaca lebur tanpa
dengung.
Contoh: مَنْ لَمْ harus
dibaca Mal lam
Pengecualian
Jika nun mati atau tanwin bertemu
dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan dalam
satu kata, seperti بُنْيَانٌ, اَدُّنْيَا, قِنْوَانٌ, dan صِنْوَانٌ, maka
nun mati atau tanwin tersebut dibaca jelas.
4. Iqlab
Hukum ini terjadi apabila nun mati atau
tanwin bertemu dengan huruf ba’ (ب). Dalam bacaan ini, bacaan nun mati
atau tanwin berbah menjadi bunyi mim (م).
Contoh: لَيُنۢبَذَنَّ harus dibaca Layumbażanna
5. Ikhfa’ haqiqi
Jika nan mati atau tanwin bertemu
dengan huruf-huruf seperti ta’(ت), tha’ (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), fa’ (ف),
qof (ق),
dan kaf (ك), maka ia harus dibaca samar-samar
(antara Izhar dan Idgham)
Contoh: نَقْعًا فَوَسَطْنَ
B. Hukum mim mati
Selain hukum nun mati dan tanwin
adapula hukum lainnya dalam mempelajari dan membaca Al-Quran yakni Hukum mim
mati, yang disebut hukum mim mati jika bertemu dengan huruf mim mati (مْ)
yang bertemu dengan huruf-huruf arab tertentu.
Hukum mim mati memiliki 3 jenis, yang
diantaranya adalah :
1. Ikhfa Syafawi (ﺇﺧﻔﺎﺀ ﺷﻔﻮﻱ)
Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan ba (ب), maka cara membacanya harus dibunyikan
samar-samar di bibir dan dibaca didengungkan.
Contoh: (فَاحْكُم بَيْنَهُم) (تَرْمِيهِم
بِحِجَارَةٍ) (وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ)
2. Idgham Mimi ( إدغام ميمى)
Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan mim (م), maka cara membacanya adalah seperti
menyuarakan mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung. Idgham mimi
disebut juga idgham mislain atau mutamasilain.
Contoh : (أَم مَنْ) (كَمْ مِن فِئَةٍ)
3. Izhar Syafawi (ﺇﻇﻬﺎﺭ ﺷﻔﻮﻱ)
Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan salah satu huruf
hijaiyyah selain huruf mim (مْ) dan ba (ب), maka cara membacanya dengan jelas di
bibir dan mulut tertutup.
Contoh: (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ) (تَمْسُونَ)
C. Hukum mim dan nun tasydid
Hukum mim dan nun tasydid juga disebut
sebagai wajib al-ghunnah (ﻭﺍﺟﺐ ﺍﻟﻐﻨﻪ) yang bermakna bahwa pembaca wajib
untuk mendengungkan bacaan. Maka jelaslah yang bacaan bagi kedua-duanya adalah
didengungkan. Hukum ini berlaku bagi setiap huruf mim dan nun yang memiliki
tanda syadda atau bertasydid (ﻡّ dan نّ).
Contoh: ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻨﱠﺔ ﻭَﺍﻟﻨﱠﺎﺱِ
D. Hukum alif lam ma’rifah
Alif lam ma’rifah adalah dua huruf yang
ditambah pada pangkal atau awal dari kata yang bermakna nama atau isim.
Terdapat dua jenis alif lam ma’rifah yaitu qamariah dan syamsiah.
- Alif lam qamariah ialah lam yang
diikuti oleh 14 huruf hijaiah, seperti: alif/hamzah(ء), ba’ (ب), jim (ج), ha’ (ح), kha’ (خ), ‘ain (ع), ghain (غ), fa’ (ف), qaf (ق), kaf (ك), mim (م), wau (و), ha’ (ﮬ) dan ya’ (ي). Hukum alif lam qamariah diambil dari
bahasa arab yaitu al-qamar (ﺍﻟﻘﻤﺮ) yang artinya adalah bulan. Maka dari
itu, cara membaca alif lam ini adalah dibacakan secara jelas tanpa meleburkan
bacaannya.
- Alif lam syamsiah ialah lam yang
diikuti oleh 14 huruf hijaiah seperti: ta’ (ت), tha’ (ث), dal (د), dzal (ذ), ra’ (ر), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), lam (ل) dan nun (ن). Nama asy-syamsiah diambil dari bahasa
Arab (ﺍﻟﺸﻤﺴﻴﻪ) yang artinya adalah matahari. Maka
dari itu, cara membaca alif lam ini tidak dibacakan melainkan dileburkan kepada
huruf setelahnya.
E. Hukum idgham
Idgham (ﺇﺩﻏﺎﻡ) adalah berpadu atau bercampur antara
dua huruf atau memasukkan satu huruf ke dalam huruf yang lain. Maka dari itu,
bacaan idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf
setelahnya. Terdapat tiga jenis idgham:
- Idgham mutamathilain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻤﺎﺛﻠﻴﻦ –
yang serupa) ialah pertemuan antara dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya
(tempat keluarnya) dal bertemu dal dan sebagainya. Hukum adalah wajib
diidghamkan. Contoh: ﻗَﺪ ﺩَﺨَﻠُﻮاْ.
- Idgham mutaqaribain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﻘﺎﺭﺑﻴﻦ –
yang hampir) ialah pertemuan dua huruf yang sifat dan makhrajnya hampir sama,
seperti ba’ bertemu mim, qaf bertemu kaf dan tha’ bertemu dzal. Contoh: ﻧَﺨْﻠُﻘڪُﻢْ
- Idgham mutajanisain (ﺇﺩﻏﺎﻡ ﻣﺘﺠﺎﻧﺴﻴﻦ –
yang sejenis) ialah pertemuan antara dua huruf yang sama makhrajnya tetapi
tidak sama sifatnya seperti ta’ dan tha, lam dan ra’ serta dzal dan zha.
Contoh: ﻗُﻞ
ﺭَﺏﱢ
F. Hukum mad
Mad yang artinya yaitu melanjutkan atau
melebihkan. Dari segi istilah Ulama tajwid dan ahli bacaan, mad bermakna
memanjangkan suara dengan lanjutan menurut kedudukan salah satu dari huruf mad.
Terdapat dua bagian mad, yaitu mad asli dan mad far’i. Terdapat tiga huruf mad
yaitu alif, wau, dan ya’ dan huruf tersebut haruslah berbaris mati atau saktah.
Panjang pendeknya bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat.
G. Hukum ra’
Hukum ra’ adalah hukum bagaimana
membunyikan huruf ra’ dalam bacaan. Terdapat tiga cara yaitu kasar atau tebal,
halus atau tipis, atau harus dikasarkan dan ditipiskan.
* Bacaan ra’ harus dikasarkan apabila:
1. Setiap ra’ yang berharakat atas atau
fathah.
Contoh: ﺭَﺑﱢﻨَﺎ
2. Setiap ra’ yang berbaris mati atau
berharakat sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas atau fathah.
Contoh: ﻭَﺍﻻَﺭْﺽ
3. Ra’ berbaris mati yang huruf
sebelumnya berbaris bawah atau kasrah.
Contoh: ٱﺭْﺟِﻌُﻮْﺍ
4. Ra’ berbaris mati dan sebelumnya
huruf yang berbaris bawah atau kasrah tetapi ra’ tadi berjumpa dengan huruf
isti’la’.
Contoh: ﻣِﺮْﺻَﺎﺪ
* Bacaan ra’ yang ditipiskan adalah
apabila:
1. Setiap ra’ yang berbaris bawah atau
kasrah.
Contoh: ﺭِﺟَﺎﻝٌ
2. Setiap ra’ yang sebelumnya terdapat
mad lain
Contoh: ﺧَﻴْﺮٌ
3. Ra’ mati yang sebelumnya juga huruf
berbaris bawah atau kasrah tetapi tidak berjumpa dengan huruf isti’la’.
Contoh: ﻓِﺮْﻋَﻮﻦَ
* Bacaan ra’ yang harus dikasarkan dan
ditipiskan adalah apabila setiap ra’ yang berbaris mati yang huruf sebelumnya
berbaris bawah dan kemudian berjumpa dengan salah satu huruf isti’la’.
Contoh: ﻓِﺮْﻕ
Isti’la’ (ﺍﺳﺘﻌﻼ ﺀ): terdapat tujuh huruf yaitu kha’ (خ), sod (ص), dhad (ض), tha (ط), qaf (ق), dan zha (ظ).
H. Qalqalah
Qalqalah (ﻗﻠﻘﻠﻪ) adalah bacaan pada huruf-huruf
qalqalah dengan bunyi seakan-akan berdetik atau memantul. Huruf qalqalah ada
lima yaitu qaf (ق), tha (ط), ba’ (ب), jim (ج), dan dal (د). Qalqalah terbagi menjadi dua jenis:
- Qalqalah kecil yaitu apabila salah
satu daripada huruf qalqalah itu berbaris mati dan baris matinya adalah asli
karena harakat sukun dan bukan karena waqaf.
Contoh: ﻴَﻄْﻤَﻌُﻮﻥَ,
ﻴَﺪْﻋُﻮﻥَ
- Qalqalah besar yaitu apabila salah
satu daripada huruf qalqalah itu dimatikan karena waqaf atau berhenti. Dalam
keadaan ini, qalqalah dilakukan apabila bacaan diwaqafkan tetapi tidak
diqalqalahkan apabila bacaan diteruskan.
Contoh: ٱﻟْﻔَﻟَﻖِ, ﻋَﻟَﻖٍ
I. Waqaf (وقف)
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti
atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan
sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat
ingin menyambungkan kembali bacaan. Terdapat empat jenis waqaf yaitu:
- ﺗﺂﻡّ (taamm) – waqaf
sempurna – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca
secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak
mempengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan
bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya
- ﻛﺎﻒ (kaaf) – waqaf
memadai – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan secara
sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, namun ayat
tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya
- ﺣﺴﻦ (Hasan) – waqaf
baik – yaitu mewaqafkan bacaan atau ayat tanpa mempengaruhi makna atau arti,
namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan bacaan sesudahnya
- ﻗﺒﻴﺢ (Qabiih) – waqaf
buruk – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan bacaan secara tidak sempurna atau
memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat, wakaf ini harus dihindari karena
bacaan yang diwaqafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang
lain.
Tanda-tanda waqaf lainnya :
1. Tanda mim ( مـ
) disebut juga dengan
Waqaf Lazim. yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim disebut juga
Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna dan tidak
ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Tanda mim ( م
), memiliki kemiripan
dengan tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan fungsi dan
maksudnya;
2. tanda tho ( ﻁ
) adalah tanda Waqaf
Mutlaq dan haruslah berhenti.
3.tanda jim ( ﺝ
) adalah Waqaf Jaiz.
Lebih baik berhenti seketika di sini walaupun diperbolehkan juga untuk tidak
berhenti.
4. tanda zha ( ﻇ
) bermaksud lebih baik
tidak berhenti
5. tanda sad ( ﺹ
) disebut juga dengan
Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti namun
diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa mengubah makna. Perbedaan antara
hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan
berhenti pada waqaf sad
6. tanda sad-lam-ya’ ( ﺻﻠﮯ
) merupakan singkatan
dari “Al-washl Awlaa” yang bermakna “wasal atau meneruskan bacaan adalah lebih
baik”, maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik;
7. tanda qaf ( ﻕ
) merupakan singkatan
dari “Qiila alayhil waqf” yang bermakna “telah dinyatakan boleh berhenti pada
wakaf sebelumnya”, maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh
diwaqafkan
8. tanda sad-lam ( ﺼﻞ
) merupakan singkatan
dari “Qad yuushalu” yang bermakna “kadang kala boleh diwasalkan”, maka dari itu
lebih baik berhenti walau kadang kala boleh diwasalkan
9. tanda Qif ( ﻗﻴﻒ
) bermaksud berhenti!
yakni lebih diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut biasanya muncul pada
kalimat yang biasanya pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti
10. tanda sin ( س
) atau tanda Saktah (
ﺳﮑﺘﻪ
) menandakan berhenti
seketika tanpa mengambil napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti
seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan
11. tanda Waqfah ( ﻭﻗﻔﻪ
) bermaksud sama
seperti waqaf saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ), namun harus berhenti lebih lama tanpa
mengambil napas
12. tanda Laa ( ﻻ
) bermaksud “Jangan
berhenti!”. Tanda ini muncul kadang-kala pada penghujung maupun pertengahan
ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan untuk berhenti
dan jika berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau tidak
13. tanda kaf ( ﻙ
) merupakan singkatan
dari “Kadzaalik” yang bermakna “serupa”. Dengan kata lain, makna dari waqaf ini
serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul
14. tanda bertitik tiga ( … …)
yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta’anuq (Terikat). Waqaf ini
akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya adalah
harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda
pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.
Sebenarnya masih banyak hukum bacaan
dan tanda bacaan dalam Al-Quran bila dipelajari memerlukan waktu pemahaman yang
cukup lama agar fasih dan benar dalam membaca, melafazkan dan pengucapan
harakat (panjang-pendeknya suatu bacaan), tajwid lainnya yang harus dipelajari
dan dipahami. Lebih baik lagi apabila mempelajari kitab Iqro (kitab kecil ).

0 Response to "Membaca Al-Quran Dengan Tajwid"
Post a Comment