Batik sebagai Identitas Bangsa
Batik
adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Oleh karena itu batik dengan
motif tradisionalnya termasuk motif batik Kraton Surakarta merupakan kekayaan
budaya Indonesia warisan bangsa. Atas dasar itu, batik perlu dilestarikan,
dilindungi dan didukung pengembangannya. Sebagai suatu kebudayaan tradisional
yang telah berlangsung secara turun temurun, maka Hak Cipta atas seni batik ini
akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2 UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Akan tetapi dalam implementasinya UU ini belum
bisa mengakomodir perlindungan Hak Cipta atas motif batik tradisional khususnya
Batik Kraton Surakarta, hal ini dikarenakan UUHC masih mempunyai beberapa
kelemahan bila hendak diterapkan dengan konsekuen guna melindungi folklore.
Perlindungan HKI sui generis diharapkan dapat melindungi folklore, kemungkinan
dengan mengamandemen undang-undang yang sudah ada guna menyesuaikan rezim HKI
Hak Cipta. Selain itu dalam pelaksanaannya juga diperlukan perangkat hukum lain
yang bersifat teknis. Perangkat hukum yang dimaksud dapat berupa Peraturan
Pemerintah Daerah yang mengatur tentang perlindungan atas karya cipta seni
batik tradisional yang termasuk folklore.
Beberapa penulis
meyakini bahwa kata batik merupakan kata asli Indonesia dan seni batik
merupakan karya seni hasil budaya bangsa Indonesia yang sudah termasuk tua.
Dalam abad Sengkala tahun 1633 dan dalam Pandji Djaja Lengkaratahu 1770,
kata-kata batik dan membatik sudah ada. Tulisan pada lontar dari Kerajaan Galuh
(Cirebon Selatan) kira-kira pada tahun 1520, sudah ada kata tulis dan lukis.
Seni batik pada waktu itu dibuat oleh para pria yang dinamakan lukis, sedangkan
(seni) batiknya disebut tulis.
Batik
secara etimologis merupakan istilah asli tradisional Jawa yang merupakan
gabungan dari kata “Amba” yang berarti
menulis, dan kata “Tik” yang berarti kecil. Dari istilah inilah Batik dapat dipilah menjadi dua
pengertian. Pertama, Batik adalah teknik pewarnaan kain dengan
menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Pengertian kedua,
Batik adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Sedangkan secara
umum, batik berarti sebentuk kain yang memiliki motif-motif tertentu, yang mana
motif-motif tersebut telah digunakan
beratus-ratus tahun (mentradisi) pada sebuah wastra (kain yang bermotif).
Dari aspek cultural,
batik adalah seni tingkat tinggi. Batik tidak sekedar kain yang ditulis dengan
menggunakan malam (cairan lilin). Pola-pola yang ada pada batik, menurut Tungzz
dalam tulisannya memiliki filosofi yang sangat erat dengan budaya tiap
masyarakat (Tungzz, 2007).[1][1]
Dilihat dari aspek
sejarah, sejarah batik di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan
kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran agama Islam di Tanah Jawa. Dalam
beberapa catatan, pengembangan batik di Indonesia banyak dilakukan pada
masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi,
kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit
dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai
meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku
Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap
dikenal baru setelah perang dunia kesatu selesai atau sekitar tahun 1920.
Adapun kaitannya dengan penyebaran ajaran agama Islam. Banyak daerah-daerah
pusat perbatikan di daerah Jawa merupakan daerah-daerah santri dan kemudian
Batik dijadikan sebagai alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh perdagangan
Muslim untuk melawan perekonomian Belanda.
Sedangkan
kesenian batik di Madura, Menurut Ibu Izah Aminah Salah satu pembuat batik
Madura yang berdomisili di Pakandangan Sumenep, Batik Madura berasal dari
Pamekasan keturunan kerajaan kuno yang sudah berlangsung secara turun temurun.
Kesenian
batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya, batik ini
dikerjakan hanya terbatas dalam lingkungan keraton saja dan hasilnya untuk
pakaian raja dan keluarganya serta pengikut-pengikutnya. Oleh karena banyak
dari pengikut raja tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing.
Lama-lama
kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi
pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih
yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Batik
sebagai identitas bangsa dapat dilihat jelas dari perilaku masyarakat kita.
Jika kita cukup peka terhadap keadaan sekitar, kita akan mengetahui mengapa
batik disebut sebagai identitas bangsa Indonesia?. Ketika seorang bayi dilahirkan
ke dunia, dan ia dimandikan, kemudian pakaian yang dipilih oleh orang tua
mereka untuk menutupi tubuh sang bayi adalah sebuah kain yang berbentuk panjang
yang memiliki corak yang khas, yaitu batik. Tidak hanya itu saja, selain bayi
digebyok menggunakan kain batik, fungsi batik lainnya adalah sebagai
alat yang digunakan untuk menggendong sang bayi. Kalau didalam bahasa Jawa kain
tersebut dikenal dengan nama jarit.
Selain
fakta di atas, alasan lainnya yaitu ketika seseorang akan melangsungkan
pernikahan, pakaian yang digunakannya yaitu terbuat dari batik. Bahkan
orang-orang yang menghadiri acara pernikahan tersebut juga menggunakan pakaian
yang terbuat dari batik.
Tidak
hanya itu saja, ketika seseorang meninggal, tubuhnya akan ditutup dengan menggunakan kain panjang
yang terbuat dari batik.
Dari
ketiga fakta di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa batik benar-benar
merupakan identitas dari bangsa Indonesia. Karena sejak bangsa Indonesia
dilahirkan, kemudian ia menikah hingga ia meninggal, batik sudah menyatu dalam
dirinya. Tidak heran, jika pada tanggal 02 Oktober 2009 Batik Indonesia sebagai keseluruhan teknik, teknologi,
serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, telah ditetapkan oleh UNESCO
sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity).
Dr. Ika Yuni Fauziyah, LC,
M.EI. salah
satu dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya pernah menuturkan
ditengah-tengah mengajarnya, UNESCO tentu tidak sembarangan menetapkan batik
Indonesia sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi. Menurut beliau, tentu UNESCO
telah menyelidiki terlebih dahulu baik dari segi sejarah batik dan kondisi
masyarakatnya. Diantara beberapa Negara seperti Malaysia, Brunei dan Singapura
yang mendaftarkan batik sebagai hasil kebudayaan mereka, Indonesialah yang
dipilih oleh UNESCO. Karena menurut beliau sejak seorang bayi dilahirkan hingga
ia meninggal, batik merupakan pakaian utamanya.
Selain sudah
ditetapkan oleh UNESCO, Batik sebagai suatu kebudayaan tradisional yang telah
berlangsung secara turun temurun dan sudah menjadi ciri khas dari bangsa
Indonesia, ia juga dilindungi dalam Undang-Undang. Sebagai kekayaan Intelektual
yang dimiliki oleh Indonesia, maka Hak Cipta atas seni batik ini akan dipegang
oleh Negara sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi: “Negara memegang Hak Cipta atas
folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi, dan karya seni lainnya”.
Dalam penjelasan
Pasal 10 ayat (02) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan folklore adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang
dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan
identitas social dan budayanya berdasarkan standard dan nilai-nilai yang
diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk hasil seni antara lain
berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mozaik, perhiasan, kerajinan
tangan, pakaian, instrument music dan tenun tradisional (termasuk batik
didalamnya).
Sedangkan ciptaan
seni batik yang motifnya merupakan hasil modifikasi sekalipun dilakukan dengan
cara konvensional dan masih diketahui Penciptanya dilindungi berdasarkan Pasal
2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta.
Sarana perlindungan
hukum sebagai folklore telah sejalan dengan perkembangan Negara Republik
Indonesia sebagai Negara hukum yang mengedepankan supremasi hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 dicanangkan mengenai
identitas budaya dan masyarakat tradisional, sehingga batik termasuk
didalamnya. Perlindungan batik juga bisa dikaitkan dengan upaya perlindungan
cagar budaya (UU No. 5/1992). Selanjutnya
berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat, saat ini telah
dirancang RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional pada tahun 2008, yang didalamnya
diatur hak masyarakat tradisional untuk memperoleh manfaat atas
pengeksploitasian warisan budaya, termasuk
dalam hal ini batik.
Dari adanya fakta
social, perlindungan hukum serta pengakuan dari UNESCO, sebagaimana yang
dipaparkan Penulis diatas, maka tidak diragukan lagi akan eksistensi batik
sabagai identitas bangsa Indonesia. Dengan adanya perlindungan hukum diatas,
diharapkan bisa melestarikan warisan budaya dan menjaga Kekayaan budaya yang
kita miliki dari ekploitasi pihak asing.
*Dimuat
di Tabloid SOLIDARITAS

http://pesasonline.blogspot.co.id/
ReplyDelete